BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Pengertian Kredit dan Jenis-Jenis Kredit
Pengertian kredit menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. (Manurung dan Rahardja, 2004). Jenis-jenis kredit dapat digolongkan sebagai berikut : (1) Tujuan penggunaan, kredit menurut tujuan penggunaannya dibedakan menjadi kredit konsumtif dan kredit produktif. (2) menurut jangka waktu, kredit menurut jangka waktu dibedakan menjadi kredit jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. (3) menurut sifat penggunaannya, kredit menurut sifat penggunaannya dibedakan menjadi kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi. (4) Menurut sifat penarikannya, kredit menurut sifat penarikannya dibedakan menjadi kredit langsung, dan kredit tidak langsung (5) menurut risiko pembiyaan, kredit menurut risiko pembiyaan dibedakan menjadi, kredit dengan dana bank bersangkitan, kredit sindikasi, dan kredit partisipasi/kelolaan.
Kredit bank menurut kualitasnya pada hakikatnya didasarkan atas risiko kemungkinan menurut bank terhadap kondisi dan kepatuhan nasabah dalam memenuhi kewajiban-kewajiban untuk membayar bunga, mengangsur serta melunasi pinjamannya kepada bank. Jadi unsur utama dalam menentukan kualitas tersebut oleh waktu pembayaran bunga, pembayaran angsuran, maupun pelunasan pokok pinjaman, dan dapat diperinci sebagai berikut :
1. Kredit lancar (Pass). Kredit digolongkan lancar apabila memenuhi kriteria:
a. Pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat waktu
b. Memiliki mutasi rekening yang aktif
c. Bagian dari kredit yang dijamin dengan jaminan tunai (cash collateral).
2. Dalam perhatian khusus (Special Mention). Kredit yang digolongkan ke dalam kredit dalam perhatian khusus apabila memenuhi kriteria: a) terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang belum melampaui Sembilan puluh hari; atau b) kadang-kadang terjadi cerukan; atau c) mutasi rekening relatif aktif; atau d) jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan; atau e) didukung oleh pinjaman baru.
3. Kurang lancar (Substandard). Kredit yang digolongkan ke dalam kredit kurang lancar apabila memenuhi criteria: a) terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui Sembilan puluh hari; atau b) sering terjadi cerukan; atau c) frekuensi mutasi rekening relatif rendah; atau d) terjadi pelnggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari Sembilan puluh hari; atau e) terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi nasabah; atau f) dokumentasi pinjaman yang lemah.
4. Diragukan (Doubtful). Kredit digolongkan ke dalam kredit diragukan apabila memenuhi criteria: a) terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah malampaui 180 hari; atau b) terjadi cerukan yang bersifat permanen c) terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari; atau d) terjadi kapitalisasi bunga; atau e) dokumentasi hukum yang lemah, baik untuk perjanjian kredit maupun pengikatan jaminan.
5. Macet (Loss). Kredit digolongkan ke dalam kredit macet apabila memenuhi criteria: a) terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 270 hari; atau b) kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; atau (c) dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wahar (Rivai dan Veithzal, 2006).
Penawaran kredit bisa diartikan sebagai penawaran uang kepada masyarakat. Dalam teori moneter penawaran uang merupakan jumlah uang yang beredar. Uang beredar di masyarakat ditentukan oleh pemerintah, bank sentral, bank-bank umum, dan masyarakat (Nopirin, 1990). Sementara menururt Keynes penawaran uang sepenuhynya dikendalikan oleh bank sentral dan tidak dipengaruhi oleh suku bunga.
Hal ini tidak berlaku apabila perbankan ingin meningkatkan simpanan masyarakat, cateris paribus, suku bunga dinaikkan sedemikan sehingga minat menabung akan lebih besar. Sementara itu disisi penyaluran dana, interaksi tersebut akan berpengaruh pada perkembangan kredit perbankan kepada masyarakat. Jika perbankan ingin meningkatkan ekspansi kreditnya, cateris paribus, suku bunga kredit akan turun sedemikian sehingga minat untuk meminjam oleh masyarakat menigkat (Pohan, 2008). Tingkat bunga kredit perbankan merupakan biaya opportuinitas dalam pembentukan investasi oleh sektor bisnis, sehingga peningkatan tingkat bunga kredit perbankan akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Penurunan intensitas persaingan bank akan meningkatkan penawaran kredit perbankan atau berasosiasi positif dengan stuktur kredit perbakan. Peningkatan struktur kredit perbankan akibat penurunan intensitas persaingan bank akan meningktakan investasi sector riil dan kemudian mendorong pertumbuhan ekonomi (Bank Indonesia Medan, 2007).
2.1.2. Konsep Kredit dari Sisi Perbankan dan Perilaku Penawaran Kredit Perbankan
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi keputusan bank umum untuk menyalurkan kredit kepada masyarakat. Lebih lanjut Melitz dan Pardue (1973) dalam Insukindro (1995) merumuskan model penawaran kredit oleh system perbankan sebagai berikut :
SK = g(S, ic, ib, BD)
Keterangan :
SK = Jumlah kredit yang ditawarkan oleh bank
S = Kendala-kendala yang dihadapi bank seperti tingkat cadangan bank atau ketentuan mengenai nisbah cadangan wajib
ic = tingkat suku bunga kredit bank
ib = biaya oppurtunitas meminjamkan uang
BD = Biaya deposito bank
Model di atas selanjutnya disempurnakan oleh Perry Warjiyo (2004) yang memaparkan bahwa mekanisme transmisi kebijkan moneter melalui saluran uang secara implisit beranggapan bahwa semua dana yang dimobilisasi perbankan dari masyarakat dalam bentuk (M1, M2) digunakan untuk pendanaan aktivitas sektor riil melalui penyaluran kredit perbankan. Dalam kenyataannya menurut Perry Warjiyo (2004), anggapan seperti itu tidak selamanya benar. Selain dana yang tersedia (DPK), perilaku penawaran kredit perbankan juga dipengaruhi oleh persepsi bank terhadap prospek usaha debitor dan kondisi perbankan itu sendiri, seperti permodalan (CAR), jumlah kredit macet (NPLs), dan Loan to Deposit Ratio (LDR). Dengan demikian, dapat dinyatakan dalam suatu bentuk hubungan fungsi sebagai berikut :
Ks = f (DPK, prospek usaha debitor, kondisi perbankan itu sendiri)
= f (DPK, prospek usaha debitor, CAR, NPLs, LDR)
Keterangan :
Ks = Kredit yang ditawarkan perbankan
DPK = Dana pihak Ketiga
Kondisi perbankan terdiri atas CAR = Captal Adequancy Ratio, NPLs = Nonperforming Loans, LDR = Loan to Deposit Ratio.
Pengertian dari komponen-kompnen fungsi di atas adalah :
a. Dana pihak ketiga (DPK)
Dana Pihak ketiga atau biasa disingkat dengan DPK adalah seluruh dana yang berhasil dihimpun sebuah bank yang bersumber dari masyarakat luas (Kasmir, 2000). Dana yang besumber dari masyarakat luas dapat berupa giro (demand deposi), deposito (time deposit), dan tabungan. Dpk diharapkan berkorelasi positif dengan penawaran kredit.
b. Capital Adequecy Ratio (CAR)
Modal bank yang cukup atau banyak menjadi sangat penting karena modal bank dapat berfungsi untuk memperlancar operasional sebuah bank. Tingkat kecukupan modal pada perusahaan perbankan tersebut diwakilkan pada rasio CAR (Capital Asdequecy Ratio). Ratio CAR dicari dengan rumus (Bank Indonesia, 2006):
CAR = Modal Sendiri Aktiva Tertimbang Menurut Risiko
Keterangan :
Modal = terdiri atas modal inti dan modal pelengkap
Aktiva tertimbang menurut risiko
Menurut SK Dir. BI Nomor 26/20/KEP/DIR/29 Mei 1991 (dalam suseno dan Piter Abdullah, 2003), di Indonesia jumlah modal minimum yang harus ada pada bank diatur oleh BI, yaitu sebesar 8% adri ATMR. CAR diharapkan berkorelasi positif dengan penawaran kredit.
c. Return on Assets (ROA)
ROA adalah satu metode penilaian yang digunakan untuk menngukur tingkat rentabilitas sebuah bank, yaitu tingkat keuntungan yang dicapai oleh sebuah bank dengan seluruh dana yang ada dibank. ROA membandingkan laba terhadap total aset, yang dapat dicari dengan rumus berikut (Bank Indonesia, 2006) :
ROA = Laba Setelah Pajak Total Aset
Seperti halnya DPK dan CAR, ROA juga diharapkan berkorelasi positif dengan penawaran kredit.
d. Non Performing Loans (NPLs)
NPLs menunjukkan kemampuan kolektibilitas sebuah bank dalam mengumpulkan kembali kredit yang dikeluarkan oleh bank sampai lunas. NPLs merupakan presentase jumlah kredit bermasalah (dengan criteria kurang lancar, diragukan, dan macet) terhadap total kredit yang dikeluarkan. NPLs mempunyai hubungan negatif dengan penawaran kredit. NPLs merupakan salah satu bagian dari perbaikan asset.
NPLs = Total Kredit Bermasalah Total Kredit yang Disalurkan
Dimana : Nilai NPLs ≤ 5% adalah kinreja NPLs baik
Nilai NPLs > 5% adalah kinerja NPLs buruk
Semakin besar tingkat NPLs ini menunjukkan bahwa bank tersebut tidak professional dalam pengelolaan kreditnya, sekaligus memberikan indikasi bahwa tingkat resiko atas pemberian kredit pada bank tersebut cukup tinggi searah dengan tingginya NPLs yang dihadapi bank. Umumnya perbankan nasional melakukan pengahpusbukuan (write off) untuk mengurangi NPLs, dengan cara ini utang tetap diatagih, namun jumlah utangnya tidak muncul dalam pembukuan bank.
2.1.3. Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK)
Menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/3/PBI/2005, BMPK adalah persentase maksimum penyediaan dana yang diperkenankan terhadap modal bank. Batas maksimum pemberian kredit atau Legal Lending Limit (LLL), sejalan dengan prinsip prudential banking, maka kepada setiap bank dalam penyaluran dananya tidak diperkenankan ditujukan kepada kelompok tertentu dalam jumlah yang tidak terbatas. Besarnya BMPK yang diperkenankan kepada :
a. Pihak terkait adalah perseorangan atau perusahaan/badan yang mempunyai hubungan pengendalian dengan bank, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui hubungan kepemilikan, kepengurusan, dan atau keuangan. BMPK seluruh pihak terkait adalah sebesar 10% dari modal bank.
b. BMPK kepada pihak terkait kepada 1 peminjam adalah 20% dari modal bank dan BMPK kepada phak tidak terkait 1 kelompok peminjam adalah 25% dari modal bank. Peminjam digolongkan sebagai kelompok peminjam apabila mempunyai hubungan pengendalian melalui hubungan kepemilikan, kepengurusan dan atau keuangan, meliputi peminjam merupakan pengendalian pinjaman lain, common ownership, financial interdependence, penerbit jaminan dan Direksi, Komisaris, dan atau Pejabat Eksekutif peminjam menjadi Direksi dan atau Komisaris pada peminjam lain.
2.2. Kajian sebelumnya
Berdasarkan penelitian yang serupa yang telah dilakukan oleh 3 peneliti. Didapat hasil sebagai berikut :
Luh Gede Meydianawathi (2007) melalui jurnal yang berjudul Analisis Perilaku Penawaran Kredit Perbankan Kepada Sektor UMKM Di Indonesia (2002-2006) mengungkapkan bahwa interaksi antara perbankan dengan para pelaku ekonomi secara langsung melalui penyaluran kredit perbankan akan berpengaruh terhadap perkembangan berbagai aktivitas perekonomian. Dari sisi produksi perkembangan pembiayaan dalam bentuk kredit perbankan akan berpangaruh terhadap kemampuan produksi dunia usaha sehingga akan menentukan tingkat output riil dari berbagai sektor ekonomi. Perilaku Penawaran kredit kepada UMKM, baik berupa kredit modal kerja maupun investasi, lebih menekankan pada kondisi internal perbankan itu sendiri. Terbukti dari hasil penelitian yang menunjukkan sebesar 94 dan 96 persen dari variasi kredit investasi dan modal yang dikucurkan bank umum dipengaruhi oleh variabel DPK, CAR, ROA dan NPLs, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimassukkan dalam model. Secara serempak uji signifikan menunjukkan bahwa DPK, CAR, ROA, dan NPLs berpengaruh nyata terhadap perilaku penawaran kredit bank umum, baik berupa kredit investasi maupun kredit modal kerja kepada sector UMKM di Indonesia.
Johnny W. Situmorang dan Jannes Situmorang melakukan penelitian tentang Suku bunga perbankan masih penghambat pembiyaan UMKM Indonesia analisisnya menyatakan bahwa kemampuan menyerap kredit perbankan oleh perusahaan besar jauh lebih tinggi daripada UMKM. Akesesbilitas usaha skala besar terhadap dan perbankan seolah-olah tidak mempersoalkan tingkat suku bunga perbankan. Sementara asksesbilitas UMKM terhadap kredit perbankan terhambat oleh faktor suku bunga. Apabila ditambah dengan faktor penghambat lainnya maka UMKM semakin jauh dari jangkauan bank komersial untuk pembiyaan usaha UMKM.
Rachmawati Maslik dan Hotniar Siringoringo melakukan penelitian tentang Analisis Pengaruh kredit, Aset dan jumlah pegawai terhadap pendapatan Usaha Kecil Menengah (UKM) penerima Kredit Bank Perkreditan rakyat penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengujian hipotesis pengaruh langsung kredit terhadap pendapatan UKM menghasilkan nilai t hitung lebih besar dari nilai t Tabel (43,958 > 1,96) dan nilai probabilitas nya atau p lebih kecil dari 0,05 (0,001 < 0.05). Hasil ini menunjukkan pengaruh positif kredit terhadap pendapatn UKM yang ditandai dengan koefisien jalur yang positif yang dapat dilihat dari nilai bobot regresi yang distandarisasi 0,934.
2.3. Pengembangan Hipotesis
Permasalahan yang muncul dalam pembiyaan UMKM sebetulnya berawal dari tubuh perbankan itu sendiri. Hal ini dilihat dari penelitian-peneltian yang sudah dilakukan, tingkat kepercayaan perbankan kepada dunia UMKM serta kesehatan keuangan perbankan merupakan masalah utama dalam pembiayaan UMKM. Variabel-variabel DPK, CAR, ROA dan NPLs merupakan menjadi sorotan utama dalam penelitian ini.