Nama : Yuliawati
Npm : 11208331
Kelas : 3EA10
Bahasa Indonesia
PENALARAN
1. Latar Belakang Masalah
1.1 Latar Belakang
Setelah proses membaca selesai kita terkadang membayangkan dan berimajinasi tentang apa yang telah dibaca, dalam proses membaca kajuian yang kita dapatkan hanya sebatas teoritis dan belum termasuk dalam hal praktis. Setelah proses membaca usai otak memprosesnya menjadi suatu khayalan, tingkat khayalan yang peertama adalah khayalan tanpa sadar dari buku yang telah di baca secara harfiah dapat disebut sebagai berpikir. Pada tingkat yang lebih tinggi dilakukan secara sadar, tersusun dalam urutan yang saling berhubungan, dabn bertujuan untuk sampai kepada suatu kesimpulan. Dalam dalam proses penalaran data atau fakta yang digunakan boleh benar dan tidak benar, karena penalaran dapat bekerja apabila terdapat dua hal yang berbeda.
Pada konsepnya penalaran adalah suatu proses berpikir manusia untuk menghubung-hubungkan data atau fakta yang ada sehingga sampai pada suatu kesimpulan. Dalam prosesnya, penalaran dibedakan menjadi dua yaitu penalaran induktif dan deduktif.
1.2 Masalah
Bagaimana proses penalaran?
Bagaimana berpikir secara deduktif dan induktif serta apa saja jenis-jenisnya?
2. Penjabaran Isi
2.1 Proposisi dan term.
Proposisi adalah kalimat logika yang merupakan pernyataan tentang hubungan antara dua atau beberapa hal yang dapat dinilai benar atau salah. Suatu proposisi mempunyai subjek dan predikat. Dengan demikian, proposisi pasti berbentuk kalimat, tetapi tidak setiap kalimat dapat digolongkan ke dalam proposisi. Hanya kalimat berita netral yang dapat disebut proposisi. Kalimat Tanya, kalimat perintah, kalimat harapan, dan kalimat inverse tidak dapat disebut proposisi. Kalimat-kalimat itu dapat dijadikan proposisi apabila diubah bentuknya menjadi kalimat berita yang netral.
Kalimat berikut ini bukan proposisi
a. Bangsa burungkah ayam ?
b. Mudah-mudahan Indonesia menjadi makmur.
c. Berdirilah kamu di pinggir pantai
Kalimat-kalimat itu dapat diubah menjadi proposisi sebagai berikut :
a. Ayam adalah burung
b. Indonesia menjadi makmur
c. Kamu berdiri di pinggir pantai.
Dari uraiang di atas ini dapat dikatakan bahwa proposisi itu harus terdiri atas subjek dan predikat yang masing-masing dapat diwujudkan dalam kelompoknya sehingga dapat dilihat hubungan kelompok subjek dan kelompok predikat.
Dalam hal hubungan kelompok predikat dalam proposisi, seorang ahli logika bangsa Swiss, Euler, yang hidup pada abad XVIII mengemukakan konsepnya dengan empat jenis proposisi dengan lima macam posisi lingkaran. Lingkaran itu disebut Euler.
Keempat jenis proposisi itu adalah sebagai berikut :
1. 1. Suatu perangkat yang tyercakup dalam subjek menjadi bagian dari perangkat predikat.
Semua S adalah P
Semua sepeda beroda
Sebaliknya suatu perangkat predikat merupakan bagian dari perangkat subjek.
Sebagian S adalah P
Sebagian binatang adalah kera
1. 2. Suatu perangkat yang tercakup dalam subjek berada di luar perangkat predikat. Dengan kata lain, antara subjek dan predikat tidak terdapat relasi
Tidak satu pun S adalah P
Tidak seorang pun manusia adalah binatang
1. 3. Sebagian perangkat yang tercakup dalam subjek berada di luar perangkat predikat.
Sebagian S tidaklah P
Sebagain kaca tidaklah bening.
1. 4. Suatu perangkat yang tercakup dalam subjek sama dengan perangtkat yang terdapat dalam predikat
Semua S adalah semua P
Semua sehat adalah semua tidak sehat
Term merupakan kesimpulan yang ditarik berdasarkan premis mayor dan premis minor. Subjek pada kesimpulan itu merupakan term minor. Term menengah menghubungkan term mayor dengan term minor dan tidak boleh terdapat pada kesimpulan. Perlu diketahui, term adalah suatu kata atau kelompok kata yang menempati fungsi subjek (S) atau predikat (P).
Contoh :
Semua tebu manis
Semua tebu adalah term
Manis adalah term
Dalam kalimat Bumi dan planet adalah term.
Þ Macam-macam Proposisi
Berdasarkan pengertian tentang term, maka proposisi dapat pula dibatasi sebagai pernyataan tentang hubungan antara term-term. Dari kualitasnya hubungan itu mungkin berisi pembenaran (positif), yaitu menyatakan danya hubungan antara term-term; atau bersifat mengingkari (negatif), artinya menyatakan tidak adanya hubungan antara term-term.
Proposisi dapat di golongkan berdasarkan beberapa kriteria :
1. Menurut bentuknya, proposisi dapat dibedakan sebagai ptoposisi yang hanya berisi satu pernyataan saja. Sedangkan proposisi majemuk merupakan gabungan antara dua proposisi tunggal atau lebih.
Contoh :
Tunggal : semua manusia fana.
Setiap calon mahasiswa harus mengikuti ujian seleksi.
Majemuk : semua manusia fana dan pernah lupa
Tidak seorangpun siswa SLA menjadi anggota Senat Guru Besar ITB dan IPB
Proposisi “Semua manusia fana dan pernah lupa” sebenarnya merupakan gabungan dua proposisi tunggal, yaitu “Semua manusia fana” dan “Semua manusia pernah lupa”. Karena kedua proposisi itu positif, maka gabungannya merupakan proposisi majemuk kopulatif sedangkan “Tidak seorangpun siswa SLA menjadi Senat Guru Besar ITB dan IPB” merupakan himpunan dua proposisi tunggal negative, yaitu “Tak seorang pun siswa SLA menjadi anggota Senat Guru Besar IPB”. Gabungan seperti itu merupakan proposisi majemuk rimotif.
2. Menurut sifat pembenaran atau pengingkaran hubungan antara subjek (S) dan predikat (P), proposisi mungkin merupakan proposisi kategoris atau proposisi kondisional. Jika hubungan itu tanpa syarat, proposisi digolongkan menjadi proposisi kategoris, dan sebaliknya. Jika disertai syarat, proposisi termasuk ke dalam proposisi kondisional.
Contoh :
Kategoris : Sebagian manusia hidup makmur
Kondisional : Jika mutu makanan ayam diperbaiki, telur yang dihasilkan lebih bermutu.
Proposisi kondisional dapat dibagi lagi menjadi proposisi kondisional hipotesis dan proporsi kondisional disjungsif. Proposisi kondisional dan hipotesis akan dibahas lebih lanjut ke dalam subbab pernalaran deduktif.
3. Berdasarkan kuantitasnya, proposisi dibedakan menjadi proposisi universal dan proposisi khusus (partikular, particular). Pada proposisi universal, predikat membenarkan atau mengingkari sebagian saja.
ungkapan untuk menyatakan proposisi universal antara lain : semua, seluruh, tiap-tiap, setiap kali, masing-masing, selalu, tidak satu pun, tidak pernah, dan tidak seorang pun. Untuk proposisi partikular biasanya dpergunakan kata-kata seperti : sebagian, banyak, kebanyakan, sering, kadang-kadang, dan dalam keadaan tertentu, beberapa.
4. Selanjutnya menurut kualitas dan kuantitasnya dapat digolongkan-golongkan sebagai berikut:
a. Proposisi universal positif (affirmative), di dalam logika diberi symbol A
b. Proposisi universal negative: E
c. Proposisi partikular positif: I
d. Proposisi partikular negative: O
Contoh :
A : Semua mahasiswa adalah lulusan SMTA.
Semua karya ilmiah mempunyai daftar pustaka.
E : Tidak satu pun siswa SLA menjadi anggota Senat Guru Besar IPB.
Tidak seorang mahasiwasa pun lulusan SMTP.
I : Beberapa petani memilki traktor.
Sebagain perguruan tinggi dikelola oleh yayasan.
O : Sebagian mahasiswa tidak pernah melakukan KKN.
Sebagian perguruan tinggi tidak dikelola oleh yayasan.
2.2 Penalaran deduktif
Pernalaran deduktif bertolak dari sebuah konklusi atau simpulan yang didapat dari satu atau lebih pernyataan yang lebih umum. Simpulan yang diperoleh tidak mungkin lebih umum daripada proposisi tempat menarik simpulan itu disebut premis. Di dalam pernalaran deduktif, berdasarkan atas permis itu ditarik kesimpulan yang sifatnya lebih khusus. Dengan demikian, sebenarnya, penarikan kesimpulan secara deduktif itu secara tersirat sudah tercantum di dalam premisnya. Sifat itu membedakan pernalaran deduktif dari penalaran induktif, tyang kesimpulannya tidak tercantum di dalam premisnya. Dari sifat di atas, dapat dipahami di dalam deduktif suatu kesimpulan akan benar atau sah jika premisnya benar dan cara penarikan kesimpulan sah. Di dalam pernalaran induktif, kita tidak dapat menentukan kebenaran atau kesalahan kesimpulan dengan cara demikian.
Penarikan simpulan secara deduktif dapat dilakukan secara langsung dan dapat pula dilakukan secara tak langsung.
2.2.1 Menarik Simpulan secara Langsung
Simpulan (konklusi) secara langsung ditarik dari satu premis. Sebaliknya, konklusi yang ditarik dari dua premis disebut simpulan tak langsung.
Misalnya :
1. Semua S adalah P. (premis)
Sebagian P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Semua tamatan SMA akan melanjutkan ke universitas. (premis)
Sebagian yang melanjutkan ke universitas adalah tamatan SMA. (simpulan)
2. Tidak satu pun S adalah P. (premis)
Tidak satu pun P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Tidak seekor kucing pun adalah kera. (premis)
Tidak seekor kera pun adalah kucing. (simpulan)
3. Semua S adala P. (Premis)
Tidak satu pun s adalah tak-P. (simpulan)
Contoh:
Semua senjata tajam adalah alat yang berbahaya. (premis)
Tidak satu pun senjata tajam adalah alat yang tidak berbahaya. (simpulan)
4. Tidak satu pun S adalah P. (premis)
Semua S adalah tak-P. (simpulan)
Contoh :
Tidak semua sampah adalah sampah organic. (premis)
Semua sampah adalah bukan sampah organic. (simpulan)
5. Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
Tidak satu pun tak-P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Semua gajah adalah berbelalai. (premis)
Tidak satu pun gajah adalah takberbelalai. (simpulan)
Tidak satu pun yang takberbelalai adalah gajah. (simpulan)
2.2.2 Menarik Simpulan secara Tidak Langsung
Pernalaran deduksi yang berupa penarikan simpulan secara tidak langsung memerlukan dua premis sebagai data. Dari dua premis ini akan dihasilkan sebuah simpulan. Premis yang pertama adalah premis yang bersifat umum dan premis yang kedua adalah premis yang bersifat khusus.
Untuk menarik simpulan secara tidak langsung ini, kita memerlukan suatu premis (pernyataan dasar) yang bersifat pengetahuan yang semua orang tahu, umpamanya setiap manusia akan mati, semua ikan berdarah dingin, semua sarjana adalah lulusan perguruan tinggi, atau semua pohon kelapa berakar serabut.
Beberapa jenis pernalaran deduksi secara garis besar dibagi menjadi 2 yaitu silogisme dan entimen.
1. Silogisme
Silogisme merupakan suatu cara pernalaran yang formal. Pernalaran dalam bentuk ini jarang ditemu,kan/dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kita lebih sering mengikuti polanya saja, meskipun kadang-kadang secara tidak sadar. Misalnya ucapan “Ia dihukum karena melanggar peraturan “X”, sebenarnya dapat kita kembalikan ke dalam bentuk formal berikut:
· Barang siapa melanggar peraturan “X” harus dihukum
· Ia melanggar peraturan “X”
· Ia harus dihukum.
Bentuk seperti itulah yang disebut silogisme. Kalimat pertama (premis mayor) dan kalimat kedua (premis minor) merupakan pernyataan dasar untuk menrik kesimpulan (kalimat ketiga).
Pada contoh, kita lihat bahwa ungkapan “melanggar …” pada premis (mayor) diulangi dalam (premis minor). Demikian pula ungkapan “harus di hukum” di dalam kesimpulan. Hal itu terjadi pada bentuk silogisme yang standar seperti itu. Misalnya :
Semua yang dihukum itu karena melanggar peraturan
Kita selalu mematuhi peraturan
Kita tidak perlu cemas bahwa kita akan dihukum
a. Silogime kategorial
Yang dimaksud dengan silogisme kategorial adalah silogime yang terjadi dari tiga proposisi. Dua proposisi merupakan premis dan satu proposisi merupakan simpulan. Premis yang bersifat umum disebut premis mayor dan premis yang bersifat khusus disebut premis minor. Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term minor dan predikat simpulan disebut term mayor.
Contoh:
Semua manusia bijaksana.
Semua polisi adalah manusia.
Jadi, semua polisi bijaksana.
Untuk menghasilkan simpulan harus ada term penengah sebagai penghubung antara premis mayor dan premis minor. Term penengah pada silogisme di atas adalah manusia. Term penengah hanya terdapat pada premis, tidak terdapat pada simpulan. Kalau term penengah tidak ada, simpulan tidak dapat diambil.
Contoh:
Semua manusia bijaksana
Semua kera bukan manusia
Jadi, (tidak ada simpulan)
Aturan dalam silogisme kategorial adalah sebagai berikut.
Selain itu ada beberapa pembatasan yang perlu diketahui sehubngan dengan penalaran dalam bentuk silogisme:
Ø Di dalam silogisme hanya mungkin terdapat 3 (tiga) term.
Contoh :
Semua manusia berakal budi
Semua mahasiswa adalah manusia
Semua mahasiwa berakal budi
Ø Term tengah tidak boleh terdapat di dalam kesimpulan.
Ø Dari dua premis ingkar (negative, menggunakan kata “tidak” atau “bukan”) tidak dapat ditarik kesimpulan.
Ø Kalau keduanya premisnya positif (tidak ingkar), kesimpulannya harus positif.
Ø Term-term yang mendukung proposisi harus jelas, tidak pengertian ganda atau menimbulkan keraguan.
Misalnya :
My : semua buku mempunyai halaman
Mn : Ruas mempunyai buku
K : Ruas mempunyai halaman
Ø Dari premis mayor partikular dan premis minor negative tidak dapat ditarik kesimpulan.
Ø Premis mayor dalam silogisme mungkin berasal dari teori atau diperoleh melalui penelitian ilmiah yang panjang prosesnya. Kebanrana dan kesalahan kesimpulan yang ditarik dari premis yang demikian lebih “mudah” diuji. Tetapi dalam kenyataannya premis mayor kerap kali bersumber pada pendapat umum, kebiasaan, kepercayaan, bahkan, takhayul, kita harus berhati-hati dalam hal terakhir.
b. Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotesis adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi kondisional hipotesis. Kalau premisnya membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen. Kalau premis minornya menolak anteseden, simpulannya juga menolak konsekuen.
Silogisme hipotesis terdiri atas dua bagian, yaitu anteseden dan konsekuen. Anteseden adalah bagian yang berisi syarat dan konsekuen berisi akibat. Menurut logika tardisonal anteseden selalu mendahului konsekuen.
Contoh :
Kalau metodenya diubah (anteseden) maka hasilnya akan berebeda (konsekuen).
c. Silogisme alternative
Silogisme alternative adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternative. Kalu premis minornya membenarkan salah satu alternative, simpulannya akan menolak alternative yang lain.
Contoh :
Pelakunya seorang bekas pelaut atau bekas anggota gerombolan.
Kita akan menlanjutkan diskusi ini atau bubar saja.
2. Entimen
Pada dasarnya silogisme jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun dalam lisan. Bentuk yang biasa ditemukan dan dipakai ialah bentuk entimen. Entimen ini pada dasarnya adalah silogisme. Tetapi, di dalam entimen salah satu premisnya dihilangkan/tidak diucapkan karena sudah sama-sama diketahui.
Contoh:
Semua pelajar adalah orang yang berilmu
Nina adalah seorang pelajar
Jaadi, Nina adalah orang yang berilmu.
2.3 Penalaran induktif
Penalaran induktif adalah proses penalaran untk menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku umum berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat khusus, prosesnya disebut induksi. Dengan kata lain, simpulan yang diperoleh tidak lebih khusus daripada pernyataan (premis). Penalaran induktif mungkin merupakan generalisasi, analogi, atau hubungan kausal.
2.3.1 Generalisasi
Generalisasi adalah proses penalaran yang mengandalkan beberapa pernyataan yang mempunyai sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum. Suatu genralisasi mencakup cirri-ciri esensial atau yang menonjol, bukan rician. Di dalam pengembangan karangan, genralisasi perlu ditunjang atau dibuktikan dengan fakta-fakta, contoh-contoh, data stastistik, dan sebagainya yang merupaka spesifikasi atau cirri khusus senbagai penjelasan lebih lanjut.
Contoh :
Dari hasil penelitian Dr. Judith Rodin disimpulkan bahwa gula yang terdapat di dalam buah-buahan yang disebut fruktosa dapat menghilangkan rasa lapar., sedangkan glukosa yang bisasnya terdapat dalam kue-kue dan permen menambah rasa lapar. Misalnya, ketika tapi hanya sebentar saja karena energinya segera hilang. Hal ini disebabkan oleh pancreas yang secara cepat mengeluarkan insulin ke dalam aliran darah untuk mengatasi naiknya kadar gula yang cepat tadi. Segera setelah itu kadar gula darah anda akan menurun ke bawah normal. Maka cepatlah energy tadi hilang dan anda akan merasa lebih lapar daripada sebelum sarapan.
(Dikutip dari bola dengan beberapa perubahan).
Pada contoh diatas bagian yang dicetak miring merupakan generalisasi yang dikembangan oleh Judith Rodin berdasarkan hasil penelitiannya. Generalisasi itu selanjutnya dijelaskan dengan contoh yang dikemukakan dalam kalimat-kalimat berikutnya.
Pernyataan yang merupakan generalisasi biasanya menggunakan ungkapan-ungkpan :
Biasanya, pada umumnya, sebagian besar, semua, setiap, tidak pernah, selalu, secara keseluruhan, pada galibnya, dan sebagainya.
Selanjutnya dalam kalimat yang merupakan penunjang generalisasi biasanya digunakan ungkapan-ungkapan:
Misalnya, sebagai contoh, sebagai ilustrasi, untuk menjelaskan hal itu, perlu dijelaskan, sebagai berikut, buktinya, menurut data statistic, dan sebagainya.
Perlu diingat selalu bahwa bukti-bukti atau rincian penunjang harus relevan dengan generalisasi yang dikemukakan. Suatu paragraph yang mencantumkan penunjang yang tidak relevan dipandang tidak logis.
Generalisasi mungkin mengemukakan fakta (disebut generalisasi faktual) atau pendapat (opini). Generalisasi factual lebih mudah diyakini oleh pembaca daripada generalisasi yang berupa pendapat tau penilaian (value judgement). Fakta mudah dibuktikan, mudah diuji kebenarannya, sedangakan pendapat atau penilaian sulit dibuktikan dan diuji. Perhatikan pernyataan-pernyataan berikut :
jika dipanaskan, besi memuai.
Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan, emas memuai.
Jadi, jika dipanaskan, logam memuai.
Sahih atau tidak sahihnya simpulan dari generalisasi iru dapat dapat dilihat dari hal-hal yang berikut :
a. Data itu harus memadai jumlahnya. Makin banyak data yang dipaparkan, makin sahih simpulan yang diperoleh.
b. Data itu harus mewakili keseluruhan. Dari data yang sama itu akan dihasilkan simpulan yang sahih.
c. Penegcualian perlu diperhitungkan karena data-data yang mempunyai sifat khusus tidak dapat dijadikan data.
2.3.2 Analogi
Kita dapat membandingkan sesuatu dengan lainnya berdasarkan atas persamaan yang terdapat di antara keduanya. Kita mungkin menyebut sutau bau yang sedap sebagai “bau bunga melati atau bau 4711”. Perbandingan seperti itu dimaksudkan sebagai cara untuk menjelaskan sesuatu yang baru berdasarkan persamaannya dengan sesuatu yang telah dikenal. Hasilnya tidak memberikan kesimpulan atau pengetahuan yang baru. Perbandingan demikian disebut analogi penjelas (deklaratif).
Analogi yang dimaksudkan di sini bukan anlogi penjelas seperti di atas, melainkan analogi induktif. Artinya, suatu proses penalaran untuk menarik kesimpulan/refensi tentang kebenaran suatu gejala khusus berdasarkan kebenaran suatu gejala khusus lain yang memilki sifat-sifat esensial penting yang bersamaan. Dengan demikian, untuk mengemukakan persamaan yang dipakai sebagai dasar kesimpulan benar-benar merupakan cirri-ciri esensial penting yang berhubungan erat dengan kesimpulan yang dikemukakan. Sebagai contoh, misalnya kesimpulan beberapa ilmuwan yang mengatakan bahwa anak kera dapat diberi makan seperti anak manusia berdasarkan persamaan yang terdapat diantara system pencernaan anak kera dan anak manusia. Kesimpulan itu merupakan analogi induktif yang sah, karena yang dipakai sebagai dasar kesimpulan (system pencernaan) merupakan cirri esensial yang berhubungan erat dengan kesim[ulan (cara memberi makan).
Contoh :
Nina adalah lulusan akademi A
Nina dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Ali adalah lulusan akademi A.
Oleh sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Tujuan penalaran secara analogi adalah sebagai berikut :
1. Ananlogi dilakukan untuk meramalkan kesamaan.
2. Analogi digunakan untuk menyingkapkan kekeliruan.
3. Analogi digunakan untuk menyusun klasifikasi.
2.3.3 Hubungan Kausal
Hubungan kausal adalah penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan. Misalnya, tombol ditekan, akibatnya bel berbunyi. Dalam kehidupan kita sehari-hari, hubungan kausal ini sering kita temukan. Hujan turun dan jalan-jalan becek. Ia kena kanker darah dan meninggal dunia. Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, tiga hubungan antarmasalah, yaitu sebagai berikut:
a. Sebab-Akibat
Sebab-akibat berpola A menyebabkan B. di samping itu, hubungan ini dapat pula berpola A menyebabkan B, C, D, dan seterusnya. Jadi, efek dari suatu peristiwa yang dianggap penyebab kadang-kadang lebih dari satu.
Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, diperlukan kemampuan penalaran sesorang untuk mendapatkan simpulan penalaran. Hal ini akan terlihat pada suatu penyebab yang tidak jelas terhadap sebuah akibat yang nyata. Kalau kita melihat sebiji buah mangga jatuh dari batangnya, kita akan memperkirakabn beberapa kemungkinan penyebabnya. Mungkin mangga ditimpa hujan, mungkin dihempas angin, dan mungkin pula dilempari oleh anak-anak. Pastilah salah satu kemungkinan itu yang menjadi penyebabnya.
Andaikata angin tiba-tiba bertiup (A), dan hujan yang tiba-tiba turun (B), ternyata tidak sebuah mangga pun yang jatuh (E), tentu kita dapat menyimpulkan bahwa jatuhnya buah mangga itu disebabkan oleh lemparan anak-anak (C).
Pola seperti itu dapat kita lihat pada rancangan berikut.
Angin hujan lemparan mangga jatuh
(A) (B) (C) (E)
Angin, hujan mangga tidak jatuh
(A) (B) (E)
Oleh sebab itu, lemparan anak menyebabkan mangga jatuh.
(C) (E)
Pola seperti itu sesuai dengan metode agreement yang berbunyi sebagai berikut. Jika dua kasus atau lebih dalam suatu gejala mempunyai satu dan hanya satu kondisi yang dapat mengakibatkan sesuatu, kondisi itu dapat diterima sebagai penyebab sesuatu tersebut.
The, gula, garam menyebabkan kedatangan semut
(P) (Q) (R) (Y)
Gula, lada, bawang menyebabkan kedatangan semut
(Q) (S) (U) (Y)
Jadi, gula menyebabkan kedatangan semut.
(Q) (Y)
b. Akibat-Sebab
Penalaran dari akibat ke sebab dimulai dari suatu akibat yang diketahui. Berdasarkan akibat tersebut dipikirkan apa yang mungkin menjadi penyebabnya. Penalaran dari akibat ke sebab dipergunakan dalam penelitian expose facto, misalnya untuk menentukan penyebab kematian/kecelakaan, dan lain-lain. Cerita-cerita detektif dan proses peradilan merupakan contoh lain yang jelas untuk penalaran akibat ke sebab.
Akibat-sebab ini dapat kita lihat juga pada peristiwa seseorang yang pergi ke dokter. Ke dokter merupakan akibat dan sakit merupakan sebab, jadi mirip dengan entimen. Akan tetapi, dalam penalaran jenis akibat-sebab ini, peristiwa sebab merupakan simpulan.
c. Akibat-Akibat
Akibat-akibat adalah suatu pernalaran yang menyiratkan penyebabnya. Peristiwa “akibat” langsung disimpulkan pada suatu “akibat” yang lain. Contohnya adalah sebagai berikut.
Ketika pulang dari pasar, Ibu Sonya melihat tanah di halamannya becek. Ibu langsung menyimpulkan bahwa kain jemuran di belakng rumahnya pasti basah.
Dalam kasus itu penyebabnya tidak ditampilkan, yaitu hari hujan. Pola itu dapat dilihat seperti berikut ini.
Hujan menyebabkan tanah becek
(A) (B)
Hujan menyebabkan kain jemuran basah
(A) (C)
Dalam proses pernalaran, “akibat-akibat”, peristiwa tanah becek (B) merupakan data, dan peristiwa kain jemuran basah (C) merupakan simpulan.
Jadi, karena tanah becek, pasti kain jemuran basah
(B) (C)
2.4 Salah Nalar
Gagasan, pikiran, kepercayaan, atau simpulan yang salah, keliru, atau cacat disebut salah nalar. Salah nalar ini disebabkan oleh ketidaktepatan orang mengikuti tata cara pikirannya. Apabila kita perhatikan beberapa kalimat dalam bahasa Indonesia secara cermat, kadang-kadang kita temukan beberapa pernyataan atau premis tidak masuk akal. Kalimat-kalimat yang seperti itu disebut kalimat dari hasil salah nalar. kesalahan yang kita persoalkan di sini adalah kesalahan yang berhubungan dengan proses pernalaram yang kita sebut salah nalar. pembahasan ini akan mencakup dua jenis kesalahan menurut penyebab utamanya, yaitu kesalahan karena bahasa yang merupakan kesalahan informal dan kesalahan karena materi dan proses pernalarannya yang merupakan kesalahan formal.
2.3.1 Kesalahan Informal
Sebagai sarana terutama pernalaran ilmiah bahasa mengandung banyak kelemahan. Kata-kata kerap kali kabur, tidak tegas maknanya, sehingga dapat diartikan bermacam-macam. Demikian juga kalimat sering kali dapat ditafsirkan dengan berbagai cara. Perhatikanlah kalimat-kalimat berikut:
(1). Kesadaran bela Negara merupakan perwujudan rasa cinta kepada tanah air.
(2). Cinta seorang ibu kepada anaknya tak dapat diukur dengan materi.
(3). Anak dosen yang cantik itu adalah mahasiswa UT.
(4). Mugi berkata pada teman Sita bahwa ia harus berangkat sekarang juga.
Kesalahan informal biasanya dikelompokan sebagai relevansi. Kesalahan ini terjadi apabila premis-premis tidak mempunyai hubungan logis dengan kesimpulan. Yang termasuk ke dalam jenis kesalahan ini ialah:
a. Argumentum ad Hominem
Secara harfiah kesalahan itu berarti “argumentasi ditujukan kepada diri orang”. Kesalan itu terjadi bila seseorang mengambil keputusan atau kesimpulan tidak berdasarkan pernalaran melainkan untuk kepentingan dirinya, dengan mengemukakan alasan yang tidak logis sebenarnya. Misalnya, orang menolak pemerataan dengan alasan bahwa pemerataan itu merupakan yang dituntut orang komunis, sedangkan komunisme adalah aliran yang dilarang di sini (Alasan yang sebenarnya ialah karena pemerataan itu merugikan dirinya).
b. Argumentum ad baculum
Baculum berarti “tongkat” yang dimaksud di sini ialah suatu kesalahan yang terjadi apabila suatu keputusan diterima atau ditolak karena adanya ancaman hukuman atau tindak kekerasan: misalnya jika seseorang mengakui kesalahan yang diruduhkan kepadanya (yang sebenarnya tidak dilakukan) karena ia diancam dengan kekerasan.
c. Argumentum ad Verucundiam atau Argumentum Adictoritatis
Kesalahan ini terjadi bila seseorang menerima pendapat atau keputusan bukan dengan alasan pernalaran melainkan karena yang menyatakan pendapat atau itu adalah yang memiliki kekuasaan.
d. Argumentum ad populum
Arti harfiahnya ialah “argumnetasi ditujukan kepada rakyat”. Argumentasi yang dikemukakan tidak mementingkan kelogisan; yang penting agar orang banyak tergugah. Hal ini sering dilakukan dalam propaganda.
e. Argumentum ad Misericordiam
Argumentasi yang dikemukakan untuk membangkitkan belas kasihan. Biasnya argumentasi semacam ini dikemukakan bila seseorang ingin agar kesalahannya dimaafkan. Misalnya seorang siswa yang mendapat nilai buruk mengatakan bahwa ia tidak mempunyai cukup waktu untuk belajar karena membantu orang tua mencari nafkah.
f. Kesalahan Non-Causa Pro-Causa
Kesalahan ini terjadi jika sesorang mengemukakan suatu sebab yang sebenarnya bukan merupakan sebab atau bukan sebab yang lengkap. Contohnya seorang laki-laki dinyatakan meninggal akibat jatuh dari tangga. Akan tetapi, pemeriksaan dokter menyatakan bahwa orang itu meninggal bukan karena jatuh. Ia mendapat serangan jantung ketika sedang menuruni tangga.
g. Kesalahan Aksidensi
Yang dimaksud dengan kesalahan aksidensi adalah kesalahan terjadi akibat penerapan prinsip umum terhadap keadaan yang bersifat aksidental, yaitu suatu keadaan atau kondisi kebetulan, yang tidak seharusnya, atau mutlak yang tidak cocok. Misalnya, susu adalah minuman sehat. Tetapi, jika seorang ibu yang memberikan susu kepada anaknya yang alergi terhadap lemak hewani karena ia menganggap bahwa susu adalah minuman yang menyehatkan ia telah melakukan kesalahan aksidensi. Keadaam umum bahwa susu itu sehat tidak cocok dengan kondisi aksidensi bahwa anak alergi terhadap lemak hewani.
h. Petitio Principii
Kesalahan ini terjadi jika argument yang diberikan telah tercantum di dalam premisnya. Misalnya kalimat “Ular itu mengandung racun karena ia berbisa; kedua hal itu sama saja, karena tidak berbeda” dalah contoh-contoh petition principii. Tentu saja kesalahan itu akan mudah dikenali jika pernyataan dan argumennya berdekatan atau sama pernyataannya. Tetapi kedua hal itu mungkin dipisahkan oleh puluhan bahkan ratusan halaman suatu buku. Misalnya saja pada awal tulisannya seseorang pengarang mengemukakakn pola-pola kalimat bahasa Melayu Riau sama dengan pola kalimat bahasa Malaysia. Pada akhirnya ia menyimpulkan bahwa pola kalimat bahasa Malaysia tidak memperlihatkan hal-hal yang berbeda dengan pola kalimat bahsa melayu.
Kadang-kadang petitito principii ini berwujud sebagai argumentasi berlingkar; A disebabkan B, B disebabkan C, C disebabkan D, D dan D disebabkan A.
i. Kesalahan Komposisi dan Divisi
Kesalahan kompisisi terjadi jika kita menerapkan predikat individu kepada kelompoknya. Misalnya Oni adalah mahasiswa, ia suka berdansa. Jadi mahasiwa suka berdansa. Sebaliknya jika predikat yang benar bagi kelompok kemudian dikenakan kepada individu anggotanya, maka akan terjadi kesalahan divisi. Misanya saja pada mobil yang besar, baut-baut yang digunakan besar-besar juga. Jika sebuah sekolah dinilai baik maka setiap gurunya dinilai baik.
j. Kesalahan karena Pertanyaan yang kompleks
Pertanyaan yang kompleks di sini bukan hanya yang dinyatakan dengan kalimat kompleks saja, melainkan juga dapat menimbulkan banyak jawaban. Misalnya pertanyaan, “Apakah benda itu?” akan menghasilkan berbagai jawaban misalnya sebagai istilah ekonomi, fisika, hukum dan sebagainya.
k. Non Secuitur (kesalahan konsekuen)
Kesalahan ini terjadi jika dalam suatu silogisme hipotesis terjadi pertukaran antara anteden dan konsekuen. Misalnya, “Jika anda seorang pencuri, maka anda bekerja pada malam hari”, disamakan dengan “jika anda bekerja pada malam hari,anda seorang pencuri”.
l. Ingnoratio elenchi
Kesalahan ini sama/ sejenis dengan argumentum ad hominem, ad Verundiam,ad Baculum dan ad populum yaitu tidak ada relevansi antara premis dan kesimpulannya. Tetapi, Ignoratio elenchi tidak disebabkan oleh bahasa, melainkan karena isi argumentasinya tidak relevan dengan pernyataannya. Misalnya seorang ketua RT mengemukakan kepada warganya bahwa RT perlu memungut iuran untuk petugas kebersihan. Untuk mendukung gagasan itu ia menjelaskan peranan kebersihan dalam menciptakan kesehatan dan keindahan lingkungan; padahal yang harus dibuktikan ialah bahwa iuran itu harus dibayarkan, bukan segala tentang kebersihan.
2.3.2 Kesalahan Formal
Kesalahan ini berhubungan erat dengan materi dan proses penarikan kesimpulan baik deduktif maupun induktif.
a. Kesalahan Induktif
Kesalahan induktif terjadi sehubungan dengan proses induktif. Kesalahan ini mungkin merupakan kesalahan generalisasi, hubungan sebab akibat, dan analogi.
· Generalisasi Terlalu Luas
Contoh:
Wanita kurang mampu dalam matematika dibandingkan dengan pria. Kesimpulan itu ditarik dari pengamatan sebagai berikut. Di dalam kelas yang terdiri dari dua puluh lima wanita dan dua puluh pria, ternyata lima nilai tertinggi dicapai oleh mahasiwa pria sedangkan lima nilai terendah diperoleh oleh mahasiwa wanita.
Apakah kelas yang diteliti cukup mewakili pria dan wanita secara umum?
Apakah lima nilai terendah itu saja cukup kuat untuk menarik kesimpulan bahwa wanita kurang dibandingkan pria? Bahkan untuk menarik kesimpulan tentang kemampuan kelas itu saja, data itu tidak memadai. Barangkali masih lebih baik jika kesimpulan diambil berdasarkan perbandingan nilai rata-rata mereka.
· Hubungan sebab akibat yang Tidak Memadai
Daslam pemakaian bahasa kerap kali dijumpai hubungan sebab akibat yang tidak tepatatau salah. Hal ini mungkin terjadi karena suatu akibat dihubungkan dengan penyebab berdasarkan kepercayaan atau takhayul atau karena penulis atau pembaca menganggap suatu kontributori sebagai utamanya.
Contoh:
a. Saya tidak dapat berenang. Hamper semua anggota keluarga saya tidak dapat berenang.
b. Saya tidak lulus karena dosen saya tidak suka pada saya.
c. Sebagian besar siswa mendapat nilai buruk karena pada waktu ulangan ada kucing hitam yang melintas di halaman.
· Kesalahan Analogi
Kesalahan berikutnya ialah kesalahan analogi.kesalahan ini terjadi bila dasar analogi induktif yang dipakai tidak merupakan cirri esensial kesimpulansarjana biologi berdasarkan persamaan system pencernaannya, merupakan contoh kesalahan anlogi. Dasar analoginya (system pencernaan) tidak merpakan cirri esensial dari kesimpulan (dapat didik menjadi sarjana).
Contoh lain:
Toni bersekolah di SMA 1. Ia pasti akan menjadi tokoh politik terkenal berasal dari sekolah itu.
b. Kesalahan Deduktif
1. Dalam cara berpikir deduktif kesalahan yang biasa terjadi ialah kesalahan premis mayor yang tidak dibatasi.
Contoh:
o Semua pelaku kejahatan adalah korban rumah tangga yang berantakan
o Kalau hakin masuk desa, di desa tidak ada lagi ketidakadilan.
Kalau bentuk entimen di atas dikembalikan ke dalam bentuk silogisme, kita akan melihat bahwa kesalahannya terletak pada premis mayor yang tidak dibatasi, yaitu:
My : Penyebab kejahatan ialah rumah tangga berantakan.
Mn : Hakim memberantas ketidakadilan.
2. Kesalahan deduktif lainnya ialah kesalahan term ke empat. Dalam hal ini term tengah dalam premis minor tidak merupakan bagian dari term mayor pada premis mayor atau memang tidak ada hubungan antara kedua pernyataam.
My : semua mahasiswa FKIP akan menjadi guru.
Mn : Dani siswa SMP
Dari kedua premis itu tidak dapat ditarik kesimpulan apa-apa. Pada silogisme itu terdapat empat term. Dengan perkataan lain, tidak ada term tengah yang menghubungkan kedua premis sehingga keduanya tidak berhubungan.
3. Kerap kali pula terjadi kesalahan berupa kesimpulan terlau luas/kesimpulan lebih luas daripada premisnya. Premis mayor partikular dan kesimpulan merupakan universal.
Contoh:
My : Sebagian orang asia hidup makmur.
Mn : Orang Indonesia adalah orang asia
K : Orang Indonesia hidup makmur.
Dari premis mayor partikular positif dan premis minor
Universal positif tidak dapat ditarik kesimpulan.
4. Kesalahan deduktif berikut ialah kesalahan kesimpulan dari Premis-premis negative.
Contoh:
My : semua pohon kelapa tidak bercabang.
Mn : tiang listrik tidak bercabang.
K : tiang listrik adalah pohon kelapa.
3. Simpulan
Penalaran deduktif dan penalaran induktif adalah dua jenis penalaran yang mempunyai sifat bertolak belakang. Dimana Penalaran deduktif bertolak dari sebuah konklusi atau simpulan yang didapat dari satu atau lebih pernyataan yang umum. Sedangkan penalaran induktif penalaran yang bertolak dari pernyataan-pernytaan yang khusus dan menghasilkan simpulan yang umum.
4. Daftar Pustaka
· Arifin,Zaenal,E dan Tasai,Amran,S.1992.Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan tinggi. Akademika Presisindo.
· Wahyu. R.N., Tri 2006. Bahasa Indonesia. Universitas Gunadarma, Jakarta.
· Purwanto,Djoko. 2006. Komunikasi Bisnis. Edisi ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga.
0 komentar:
Posting Komentar