Nama : Yuliawati
NPM : 11208331
Kelas : 3 EA 10
Mata Kuliah : Bahasa Indonesia 2
LAPORAN
Pengertian Laporan
Laporan merupakan hal yang sangat vital dalanm kehidupan sehari-hari, apakah itu termasuk laporan yang diterima secara resmi maupun laporan yang masuk dari mulut kemulut.
Kalau dalam kehidupan sehari-hari laporan ini biasa kita kenal dengan istilah pengaduan, di mana pengaduan di sini yang nantinya akan menimbulkan persesokan atau membawa manfaat kebaikan sangat tergantung dari si pemberi informasi atau bagaimana cara menangkap informasi tersebut di atas.
Dari gambaran di atas dapat kita ketahui betapa pentingnya peranan laporan dalam kehidupan sehari-hari apalagi kalau laporan tersebut menyangkut kehidupan satu perusahaan atau organisasi.
Dengan gambaran tersebut di atas apa yang kita tanggap, gambaran apa yang terlihat kalau ada suatu laporan?
Dengan gambaran tersebut di atas apa yang kita tangkap, gambaran apa yang terlihat kalau ada suatu laporan ?
Menurut F X Soedjadi mendefinisikannya sebagai berikut :
Laporan adalah :
a. Suatu bentuk penyampaina berita, keterangan, pemberitahuan ataupun pertanggungjawaban baik secara lisan maupun secara tertulis dari bawahan kepada atasan sesuai dengan hubungan wewenang (authority) dan tanggung jawab (responsibility) yang ada antara mereka.
b. Salah satu cara pelaksanaan komunikasi dari pihak yang satu kepada pihak yang lainnya.
Laporan mempunyai peranan yang penting pada suatu organisasi karena dalam suatu organisasi di mana hubungan antara atasan dan bawahan merupakan bagiam dari keberhasilan organisasi tersebut. Dengan adanya hubungan antara perseorangan dalam suatu organisasi baik yang berupa hubungan antara atasan dan bawahan, ataupun antara sesame karyawan yang terjalin baik maka akan bisa mewujudkan suatu system delegation of authority dan pertanggung jawaban akan terlaksana secara efektif dan efisien.
Kerja sama di antar bawahan bisa dilakukan, dibina melalui komunikasi baik komunikas yang berbentuk lisan maupun tilisan (laporan). agar laporan tersebut bisa efektif mempunyai syarat-syarat yang perlu dipenuhi demi terbentuknya la[poran yang baik maka seseorang perlu mengetahui secara baik bagaimana pembuatan format laporan yang sempurna. Sehingga dengan laporan yang terformat bagus akan bisa bermanfaat baik dalam komunikasi maupun dalam mencapai tujuan organisasi.
Dari uraian di atas bisa kita ketahui pentingnya laporan bagi perusahaan. Apa yang menjadi manfaat bagi perusahaan adalah sebagai berikut :
a. Merupakan perwujudan dari responsibility pelapor terhadap tugas yang dilimpahkan.
b. Sebagai alat untuk memperlancar kerja sama dan koordinsai maupun komunikasi yang saling mempengaruhi antar perseorangan dalam organisasi.
c. Sebagai alat untuk membuat Budgeting (anggaran) pelaksanaan, pengawasan, pengendalian maupun pengambilan keputusan
d. Sebagai alat untuk menukar informasi yang saling dibutuhkan dalam pekerjaan
Bagaimana laporan benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat peranannya dalam organisasi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Clear
Kejelasan suatu laporan diperlukan baik kejelasan dalam pemakaian bahasa, istilah, amupun kata-kata harus yang mudah dicerna, dipahami dan dimengerti baik bagi si pembaca. Kejelasan suatu laporan tersebut tentu saja didukung oleh pengusaan materi laporan dari si pemberi laporan sehingga dengan adanya jaminan bahwa si pembuat laporan menguasai materinya merupakan jaminan kejelasan suatu laporan di samping hal-hal tersebut di atas.
2. Mengenai sasaran permasalahnnya
Caranya dengan jalan menghindarkan pemakaian kata-kata yang membingungkan atau tisdak muluk-muluk, demikian juga dalam hal penyusunan kata-kata maupun kalimat harus yang jelas, singkat jangan sampai melantur kemana-mana dan bertele-tele yang membuat si pembaca laporan semakin bingung dan tidak mengerti.
3. Lengkap (complete)
Kelengkapan tersebut menyangkut :
a. Permasalahan yang dibahas harus sudah terselesaikan semua sehingga tidak menimbulkan tanda tanya.
b. Pembahasan ururtan permasalahan harus seuai dengan prioritas penting tidaknya permsalahan diselesaikan atau dengan kata lain masalah yang sangat penting diutamakan pembahasannyta baru masalha-masalah yang timbul dalam pembahsan sampingan seyogyanya juga dibahas. Sehingga laporan menjadi lengkap dan mantap karena sudah mencakup segala segi yang didukung dengan data-data statistic yang jelas dan lengkap.
4. Tepat waktu dan cermat
Tepat waktu sangat diperlukan dalam penyampaian laporan kepada pihak-pihak yang membutuhkan karena pihak yang membutuhkan laporan untuk menghadapi masalah-masalah yang bersifat mendadak membutuhkan laporan yang bisa diusahakan secepat-cepatnya dibuat dan disampaikan.
Kalau sampai terjadi keterlambtan penyemapai laporan bagi yang berkepntingan berarti terjadi pemborosan waktu maupun tenaga karena kalu misalnya laporan tersebut diperlukan untuk bagian pengendalian produksi maka bagian pengendalian produksi akan kacau karena bagian ini menyangkut proses produksi yang berlangsung terus-menerus.
Oleh karena itu ketepatan waktu maupun kecermatan pembuatan laporan sangat dibutuhkan palagi bila laporan tersebut menyangkut tindakan koreksi yang harus ada follow up nya.
5. Tetap (consistent)
Laporan yang didukung data-data yang bersifat tetap dalam arti selalu akurat dan tidak berubbah-ubah sesuai dengan perubahan waktu dan kekuatan akan membuat suatu laporan lebih dapat diopercaya dan diterima.
Keterangan-keterangan dalam menyampaikan laporan tidak boleh saling bertentangan satu sama lain.
6. Objective dan factual
Pembuatan laporan harus berdasarkan fakta-fakta yang bisa dibuktikan kebenarannya maupun dibuat secara obyektif.
7. Harus ada proses timbale balik
a. Laporan yang baik harus bisa dipahami dan dimengerti sehingga menimbulakn gairah dan minat si pembaca
b. Jika si pembaca memberikan response berarti menunjukkan adanya proses timbale balik yang bisa memanfaatkan secara pemebri laporan maupun si pembaca laporan.
Langkah-langkah dalam pembuatan laporan
Menurut F X Soejadi laporan merupakan hal yang sangat epnting sehingga pembuatan laporan haruslah tepat, adapun ketetapatan tersebut menurut FX Soejadi harus melalui porsedur-prosedur yang tepat pula di mana prosedur pembuatan laporan mencakup tujuh pokok langkah sebagai berikut :
1. Pengumpulan data dan fakta
Laporan yang tepat adalah laporan yang lengkap data yang dibutuhkan maupun memuat fakta yang akurat, misalnya data dan fakta mengenai :
a. Jumlah surat keputusan yang dikeluarkan perusahaan dalam jangka waktu satu bulan
b. Bentuk dan struktur organisasi perusahaan
c. Jumlah tenaga kerja per bagian
d. Rencana pemakaian anggaran financial dan sebagainya
Agar data dan fakta tersebut nyata dan dapat dipercaya maka pengumpulannya harus melalui cara-cara sebagai berikut :
a. Melakukan observasi dan pengamatan sebelum dilakuakn perencanaan penenlitian yang mantap dan matang.
b. Menagadakan wawancara bagi data dan fakta yang memerlukan dukungan pendapat yang objective.
c. Melakuakn penyebaran daftar pertanyaan baik dengan system sampel maupun denagn sisite, yang lainnya.
2. Pemindahan tabulating Data dan Fakta
Setealah melakukan pengumpulan data secara acak atau kasae mengenai obeservasi atau penelitian yang dilakukan maka langkah selanjutnya adalah melakukan pemilihan data dan fakta tersebut. Pemilihan data tersebut bisa dilakukan dengan cara :
a. Pemilihan data berdasarkan pembedaaan cakupan yang diteliti yaitu data tersebut apakah menyangkut personal perusahaan, financial maupun pelaksaaan rencana.
b. Dibeda-bedakan menurut peristiwa dan dampaknya.
c. Dibeda-bedakan menurut gambar, grafik maupun tabel.
d. Melakuakn Tabulating, yaitu mengumpulkan data dan fakta yang sesuai dengan cakupan bidang masing-maing menjadi suatu daftar atau tabel sehingga tidak terjadi pengulangan kata atau kalimat, sehingga bisa memberikan analisa yang rasional, objektif dan menunjukkan logika hubungan natara data, fakta peristiwa dan dampaknya.
3. Membuat kerangka laporan
Pembuatan kerangka laporan sangat diperlukan karena dalam kerangka ini termasuk juga di dalamnya pemaparam mengenai bab-bab laporan yang dibuat ataupun inti masalah yang dirangkum dalam suatu laporan.
Pada dasarnya kerangka laporan mencakup 4 bagian pokok yaitu :
a. Pertama: Pendahuluan
Dengan melihat isi pendahuluan pembaca bisa mengetahui:
1. Maksud dan tujuan pembuatan laporan
2. Masalah yang akan dibahas
3. Batasan masalah
4. Sistematika penulisan laporan
5. Pendekatan penyelesaian yang digunakan
b. Kedua: Tubuh Laporan
Dalam tubuh laporan inilah yang merupakan pembahasan maupun penyelesaian masalah yang dikemukakan, karena :
1. Di dalamnya terpapar segala data dan fakta yang telah dipisah-pisahkan menurut kepentingan penyelesaian.
2. Terdapat analisa si pelapor
3. Terdapat hasil penyelesaian masalah dan kemudian ditarik kesimpulan dan saran dari si pelapor.
Biasanya bagian tubuh laporan ini yang merupakan bagian terpanjang dari keseluruhan laporan, oleh karenanya bagian ini biasanya terbagi-bagi lagi menjadi beberapa bagian, misalnya terdiri dari :
a. Permasalahan
b. Batasana masalah
c. Hipotesa
d. Latar belakang teori
e. Bagian (part)
f. Bab-bab(chapters)
g. Sub bab-sub bab (section) dan sebagainya
c. Ketiga : saran-saran
Saran-saran di sisni sudah terangum semua penyelesaian masalah secara tegas tanpa memberikan alternative-alternatif pilihan lagi. Biasanya pada laporan SURVEI, saran-saran tersebut dimasukkan ke dalam tiap akhir uraian pada tiap-tiap akhir bab atau bisa juga dapat sekaligus disatukan bab terakhir dari seluruh laporan.
d.Keempat
Konklusi dan penutup sebagai logika dari hubungan korelasi antara data, fakta dan analisa. Adapun konklusi ini bisa juga dijadikan kedalam satu bab dengan bab saran-saran karena saran-saran tesebut merupakan pencerminan kesimpulan yang jelas tanpa pemberian alternatif lagi.
4. Bentuk Laporan Resmi
Bentuk resmi dari suatu laporan terutama laporan yang panjang haruslah dibuat memperhatikan soal-soal kerangka, sistematika, teknis penulisan dan sebagainya.
Laporan resmi tersusun sevara tepat dan terperinci mengenai hal-hal di bawah ini :
a. Halaman judul
b. Kata pengantar
c. Daftar isis
d. Daftar tabel
e. Daftar gambar
f. Pendahuluan
g. Tubuh laporan
h. Kesimpulan dan saran
i. Daftar pustaka
j. Lampiran
k. Daftar petunjuk
Contoh Laporan :
Dikutip dari Laporan Hasil Penelitian
“Ngapain ke Candi?”
Penggunaan Peninggalan-peninggalan Purbakala di Jawa Timur
Bab I: Pendahuluan
Latar Belakang
Dari bangunan-bangunan zaman purba di Jatim, yang kini masih tertinggal, hanya yang terbuat dari batu dan bata. Bangunan ini semua memiliki hubungan erat dengan keagamaan.[1] Sebagai pusat bagi tiga kerajaan agung pada masa dahulu (Kediri, Singosari dan Majapahit) Jatim sangat kaya dengan peninggalan purbakala. Peninggalan ini, yang berupa berbagai macam bangunan, memiliki arti yang luas bagi masyarakat pada masa tersebut. Misalnya, masyarakat Majapahit memegang berbagai aliran agama dan kepercayaan secara bersampingan yaitu agama Siwa-Budha, kepercayaan asli dan agama Islam.[2] Jelas bahwa bangunan suci memiliki arti yang berbeda bagi tiga agama dan kepercayaan tersebut.
Peninggalan purbakala biasanya disebut candi. Perkataan candi berhubungan dengan kata Candika sebagai salah satu nama Dewi Durga (Dewi Maut) dalam agama Siwa.[3] Candi adalah bangunan tempat menyimpan abu jenazah seorang raja dan orang-orang terkemuka dan memuliakan rohnya yang telah bersatu dengan Dewata penitisnya.[4] Selain itu candi juga merupakan tempat penghormatan dan pemujaan Dewata atau dengan perkataan lain tempat memuja nenek moyang.
Ada bangunan lain di Jatim yang biasanya disebut candi pula tetapi memiliki wujud dan fungsi tersendiri termasuk punden berundak, petirtaan, gapura dan stupa. Bangunan suci punden berundak telah berkembang pada zaman prasejarah dan berorientasi kepada puncak gunung yang dianggap sebagai tempat tinggal para arwah leluhur yang kedudukannya dianggap sama dengan Dewata.[5] Bangunannya disusun di atas teras-teras, makin ke belakang makin tinggi dan di atas teras yang tertinggi dibangun sebuah altar yang dianggap paling suci. Petirtaan adalah pemandian yang disucikan oleh pemeluk Budha dan Hindu. Terdapat dua jenis gapura di Jatim. Jenis pertama berfungsi sebagai pintu untuk keluar masuk dan dalam tubuhnya terdapat lubang pintu. Jenis gapura kedua berupa seperti bangunan candi yang dibelah dua untuk meluangkan jalan keluar masuk. Gapura semacam ini disebut candi bentar. Stupa adalah bangunan bersifat Budha dan merupakan tempat merayakan orang yang telah mencapai nirwana serta menghormati kehidupan Sang Budha yang sebelumnya.[6] Tersimpan di dalamnya adalah abu jenazah para Biksu yang terkemuka.
Menurut ahli anthropologi Indonesia Clifford Geertz, “It is particularly true that in describing the religion of such a complex civilisation as the Javanese any simple unitary view is certain to be inadequate…”, dan terdapat banyak variasi dalam ritual, perbedaan dalam kepercayaan, dan perselisihan nilai-nilai dalam masyarakat yang disebut sebagai pulau yang lebih dari 90 persen Islam.[7] Ada dua golongan Islam utama dalam masyarakat Jawa yaitu golongan santri dan golongan yang cenderung kepada kepercayaan Jawa asli.[8] Sampai baru-baru ini saja, tempat keramatlah dan bukan mesjid yang merupakan pusat ritual di daerah perdesaan.[9] Perselisihan antara orang santri dan orang yang lebih cenderung kepada kepercayaan asli adalah tema yang berulang sepanjang sejarah Islam di Jawa.[10] Sering di kalangan rakyat umum kepercayaan Jawa aslilah yang dominan sedang agama Islam ortodoks merupakan suatu selubung di luar saja. Yang berperan adalah para arwah leluhur dan roh-roh lain. Roh dan makhluk tersebut dianggap dapat mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan di samping penderitaan dan kesengsaraan. Dewata Hindu dan Budha juga dimasukkan ke dalam kepercayaan Jawa asli misalnya Dewi Sri (Dewi Padi) yang dianggap dapat mempengaruhi kesuburan. Ada dua upacara yang berkaitan dengan kepercayaan terhadap makhluk halus yaitu upacara selametan dan upacara sesajen. Sering upacara tersebut diadakan di tempat-tempat kediaman makhluk halus termasuk peninggalan purbakala. Puncak gunung-gunung yang tertutup hutan dianggap sebagai tempat kediaman para Dewata dan para arwah leluhur. Bangunan purbakala yang terletak di gunung merupakan tempat penziarahan bagi orang yang memeluk kepercayaan asli Jawa.
Ritual Hindu harus mematuhi tiga prisip yaitu tatwa (filsafat), susila (moralitas) dan upakara (upacara). Dalam agama Hindu upacara yadnya (pemujaan) biasanya disebut lima jenis:[11]
· Dewa-yadnya: pemujaan kepada Dewata;
· Pitra-yadnya: pemujaan kepada arwah nenek moyang;
· Manusa-yadnya: upacara yang mendatangkan keselamatan kepada manusia;
· Buta-yadnya: sajen kepada buta dan kala (roh jahat yang suka menggangu); dan
· Rsi-yadnya: pemujaan kepada pedanda (pendeta).
Bagi umat Hindu candi dianggap sebagai tempat di mana Dewata berdiam selama suatu upacara dilakukan. Dewata itu muncul dan bersentuhan dengan orang di dalam upacara ketika sajen diberi kepadaNya. Menurut kepercayaan Hindu bangunan candi melambangkan alam semesta dengan tiga bagiannya: kakinya adalah dunia nafsu; tubuhnya adalah dunia bentuk; dan atapnya adalah dunia tanpa bentuk.[12] Peninggalan purbakala di Jatim memiliki dua fungsi penting bagi umat Hindu baik Jawa maupun Bali.[13] Pertama sebagai tempat pemujaan kepada arwah nenek moyang dan kedua sebagai tempat pemujaan kepada Dewata. Seperti kepercayaan asli Jawa orang Hindu juga percaya bahwa puncak gunung adalah tempat kediaman para Dewata dan para arwah leluhur. Di lereng gunung-gunung di Jatim terdapat bangunan suci yang merupakan tempat penziarahan umat Hindu. Maka peninggalan purbakala memiliki arti yang penting bagi umat Hindu dalam menjalankan kehidupan keagamaannya.
Salah satu prinsip universal agama Budha adalah: “Meditasi – karena pikiran itu yang tertinggi, ia harus dikenal dan diasah sebelum dapat dibebaskan, dan satu-satunya cara untuk melakukan hal ini adalah melalui berbagai metode meditasi.”[14] Para pengikut Sang Budha diajarkan tentang tidak adanya Dewata yang harus mereka puja atau mohon agar ikut campur dalam kehidupan mereka. Namun, kebiasaan memuja dan berdoa telah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam tradisi budaya Indonesia.[15] Umat Buddha memperbolehkan persentuhan antara Dharma (ajaran agama Budha) dengan animisme pribumi.[16] Daripada menghancurkan suatu kebudayaan agama Budha berjalan harmonis dengannya: “Jika itu yang Engkau percaya, dan jika itulah caramu melihat hidup ini, ayo kita mulai dari sana!”[17] Umat Budha berziarah ke bangunan suci sebagai tanda kehormatan. Peninggalan purbakala melayani umat Budha baik para Biksu dan Biksuni maupun kaum awam.
Sepanjang sejarah peninggalan-peninggalan purbakala memiliki arti yang luas dan tidak hanya dalam lingkungan keagamaan. Kapten George Baker, yang diberi tugas meneliti peninggalan purbakala oleh Gubernor Raffles, mengatakan (setelah pertama kali melihat Candi Sewu): “In the whole course of my life I have never met with such stupendous and finished specimens of human labour, and of the science and age of ages long since forgot…”.[18] Seorang nasionalis atau sejarahwan mungkin akan menganggap bangunan-bangunan itu sebagai bukti adanya konsep ‘negara’ Indonesia pada masa dahulu. Dalam buku-buku sejarah Gajah Mada digambarkan sebagai seorang negarawan yang mengibarkan panji-panji Majapahit di seluruh kepulauan Indonesia. Menurut John Miksic, “Trowulan…adalah tempat terjadinya kerajaan Jawa yang paling kuat, Majapahit. Didirikan pada akhir abad ke-13, patihnya tang terkenal, Gajah Mada, menuntut kekuasan raja atas daerah yang lebih besar daripada Indonesia modern. Demikian dia sebetulnya ialah pemimpin pertama yang menentukan konsep Indonesia yang bersatu dengan identitas Indonesia.”[19] Di sisi lain, peninggalan budaya ini memiliki daya tarik tersendiri sebagai objek yang ditawarkan ke wisatawan baik orang Indonesia maupun orang asing.
Rumusan Masalah
Penelitian ini menyoroti tiga permasalahan:
· Bagaimana penggunaan peninggalan purbakala pada zaman sekarang?
· Bagaimana persepsi masyarakat terhadap peninggalan purbakala?
· Isu-isu apa yang muncul dalam penggunaan peninggalan purbakala?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan cerita, persepsi dan penggunaan terhadap peninggalan purbakala yang terdapat di Jatim. Pula menjelaskan isu-isu yang muncul oleh karena perbedaan dan persamaan dalam penggunaan dan persepsi itu.
Kegunaan Penelitian
Penelitian tentang peninggalan purbakala di Jatim dan kepercayaan yang berkaitan dengannya sangat luas akan tetapi hampir semuanya menggambarkan kehidupan dan kepercayaan pada masa dahulu. Diharapkan kegunaan penelitian ini adalah sebagai salah satu literatur tentang penggunaan dan kepercayaan terhadap situs-situs purba pada zaman ini.
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah Jatim dan pada khususnya sepuluh kabupaten yaitu Blitar, Kediri, Tulungagung, Nganjuk, Malang, Probolinggo, Pasuruan, Sidoarjo, Jombang dan Mojokerto.[20]
Jadwal Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan dari Februari 2002 sampai Juni 2002 atas usaha Universitas Muhammadiyah Malang.[21]
Metodologi
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan tersebut dilakukan dengan metode wawancara, pengamatan dan dokumentasi. Wawancara bersifat tidak terstruktur dengan menggunakan pedoman wawancara yang berkembang sesuai kebutuhan di lapangan. Pengamatan yang dilakukan bersifat non-partisipatif. Dokumentasi didapatkan dari literatur tertulis serta internet.
Daftar Pustaka
Campbell, Christopher Mark. 17 Maret 2011. Laporan. www.acicis.murdoch.edu.au/hi/field_topics/chris.doc.
17 Maret 2011. Laporan. http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pengantar_organisasi_dan_metode/bab8_penulisan_laporan.pdf.
0 komentar:
Posting Komentar